PERLAKUAN SILVIKULTUR TERHADAP KUALITAS KAYU
A. KUALITAS KAYU
Kualitas kayu adalah ukuran ketepatan penggunaan kayu atau kesempurnaansetiap bahan kayu untuk keperluan yang diinginkan. Indikator kualitas kayu yang dipengaruhi oleh perlakuan silvikultur di lapangan antara lain kerapatan, keseragaman lingkaran tahun, panjang serat, proporsi kayu teras, persentase pori, persentase kayu juvenil, kayu reaksi, komposisi sellulosa, mata kayu, bentuk batang (selindris), orientasi serat dan komposisi kimia (Goudie 2002).
Indikator kualitas kayu akan berbeda tergantung tujuan akhir dari penanaman, sehingga untuk mendapatkan hasil yang maksimal perlu telaah yang mendalam tentang kualitas kayu yang bagaimana yang akan dihasilkan. Dengan kata lain, tidak ada ukuran yang absolut untuk pengukuran kualitas kayu karena hal tersebut sangat tergantung pada penggunaan akhir yang diinginkan. Sebagai contoh, penanaman untuk menghasilkan kayu bakar menginginkan jenis mudah tumbuh dengan daur yang pendek, tetapi dengan berat jenis yang tinggi sehingga dapat menghasilkan energi yang besar. Yang lainya, penanaman untuk bahan baku pulp dibutuhkan jenis penghasil serat panjang dengan berat jenis sedang dan mempunyai
kandungan sellulosa yang tinggi. Sedangkan penanaman untuk bahan baku konstruksi dibutuhkan kayu yang mempunyai kekuatan menahan beban yang berat serta awet untuk pemakaian yang lama sehingga kayu yang diperlukan adalah kayu dengan berat jenis dan kandungan ekstraktif yang tinggi. Lain halnya dengan bahan baku untuk
digunakan sebagai papan komposit yang memerlukan kayu dengan kandungan lignin atau sellulose dan berat jenis yang tinggi. Beberapa ahli kehutanan menyatakan bahwa semua jenis pohon penghasil kayu cepat tumbuh akan menghasilkan kualitas kayu (kelas awet dan kelas kuat) yang lebih rendah dibandingkan dengan pohon dengan umur maksimal. Di sisi lain, beberapa pengusaha kayu menuturkan bahwa masalah kualitas kayu sudah dapat dipecahkan dengan teknologi industri. Sifat mudah diolah dan dibentuk dari pohon cepat tumbuh dapat didifusikan sesuai keinginan pasar. Tingkat kekerasannya pun dapat direkayasa dengan teknik pengovenan. (Irwanto 2006).
B. INDIKATOR KUALITAS KAYU
1. Kayu Teras
Bagian kayu di mana bagian dari xylem masih hidup disebut kayu gubal tetapi pada periode tertentu, protoplasma sel-sel yang hidup dalam xylem mati, bagian ini dinamakan kayu teras (IAWA, 1957 dalam Prawirohatmojo, 2003). Kayu teras mempunyai sifat ketahanan yang tinggi, kadar air rendah dan keawetan yang tinggi, kandungan ekstraktifnya tinggi. Gambara tentang kayu teras (heartwood) dibandingkan dengan kayu gubal (sapwood) dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Potongan kayu dengan keadaan kayu teras dan kayu gubal
2. Kayu Reaksi
Kayu reaksi berbeda pada kayu daun jarum dengan pada kayu daun lebar. Pada kayu daun jarum dikenal dengan nama kayu tekan (compression wood) dan pada kayu daun lebar dikenal dengan nama kayu tarik (tension wood). Kayu tekan terbentuk pada bagian bawah dari suatu kemiringan batang pada kayu daun jarum, sedangkan kayu tarik terbentuk pada bagian sisi atas dari bagian yang miring pada kayu daun lebar (Bowyer et al, 2003; Tsoumis, 1991).
Karakteristik sel-sel trakeid pada kayu tekan yaitu terdapat ruang-ruang antar
sel (intersellular spaces) karena trakeida pada kayu tekan berbentuk bulat. Sifat kayu
tekan lainnya adalah lebih pendek (10-40%) dari panjang trakeida kayu normal, kandungan lignin yang tinggi (9%) dan sellulosa yang rendah (10 %) dari kayu
normal, memiliki kerapatan (40%) dan penyusutan longitudinal (6-10%) yang tinggi, memiliki sifat mekanis antara lain kekakuan, kekuatan geser yang rendah (Tsoumis, 1991).
Pada kayu tarik proporsi serat lebih banyak, pembuluh lebih sedikit dibanding kayu normal, terdapat lapisan gelatinous pada lapisan dinding sekunder (S1, S2 dan S3) dengan sudut mikrofibril yang hamper sejajar dengan sumbu batang, kandungan sellulosa lebih tinggi dan lignin yang rendah dari kayu normal, mempunyai derajat kristalinitas yang tinggi, memiliki kerapatan (2-20%) dan penyusutan ( ≤ 1,5%) yang tinggi daripada kayu normal, Papan yang mengandung kayu reaksi bila diserut pada kondisi basah, pada permukaannya akan timbul serat-serat yang halus (woolly grain) sehingga dapat menurunkan kualitas papan yang dihasilkan (Bowyer et al, 2003). Adanya kayu tarik dapat mengakibatkan terjadinya lengkungan dan gelombang pada veneer yang dibuat, menyebabkan kayu collapse pada proses pengeringan, dan apabila diproses secara kimia menyebabkan kesulitan dalam pemasakan (konsumsi kimia tinggi) dan sulit digiling.
3. Kayu Juvenil
Kayu juvenile adalah kayu yang dibentuk oleh kambium pada tahun-tahun pertama pertumbuhan pohon, dimana pembelahan sel-sel kambium membentuk xylem masih dipengaruhi oleh auxin pada tajuk (Panshin and de Zeeuw, 1980). Sifatsifat kayu juvenile antara lain kerapatan rendah, ratio antara lignin dan sellulosa tinggi, panjang trakeid pendek ( < 2 mm ), dinding selnya tipis, menghasilkan kurang dari 3 % holosellulose dan 8 % alfa sellulosa dibanding kayu dewasa, sudut mikrofibrilnya
yang lebar mengakibatkan kestabilan dan kekuatannya rendah, mudah pecah, retak dan melengkung. Tetapi disamping kualitas yang jelek, kayu juvenile mempunyai sifat yang cukup bagus untuk kertas tissue dengan metode ground wood pulping (Zobel, 1984 ; Goudie, 2002).
Adanya kayu juvenile pada bahan baku yang diolah terbukti dapat mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan. Keberadaan kayu juvenile sekitar 20 % pada produk furniture akan mempengaruhi kualitas dari produk tersebut (Zobel, 1984). Selain itu, kertas yang diproduksi dari kayu juvenile mempunyai sifat kekuatan sobek yang rendah dan papan yang dihasilkan dari kayu juvenile juga mempunyai sifat penyusutan tinggi, cepat melengkung dan memiliki kekuatan yang rendah.
4. Mata Kayu
Mata kayu dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu mata kayu padat (tight knots) dan mata kayu lepas (loose knots). Mata kayu padat disebabkan karena adanya cabang hidup yang terbenam dalam batang sedagkan mata kayu lepas diakibatkan oleh cabang yang mati atau mata kayu yang muncul akibat cambium yang terbuka pada batang. Produk kayu dengan mata kayu sehat dan mata kayu lepas dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Mata kayu pada permukaaan produk kayu
Persentase mata kayu yang tinggi akan menghasilkan pulp berkualitas jelek, butuh bahan pemutih (bleaching) yang tinggi dan kertas yang dihasilkan tidak kuat. Kandungan ekstraktif yang tinggi pada mata kayu juga tidak diinginkan karena akan menghasilkan papan dengan kekuatan yang rendah dan kayu lapis yang tidak stabil
(Zobel, 1984).
5. Bentuk batang
Bentuk batang adalah salah satu komponen penentu volume pohon, selain diameter dan tinggi pohon. Bentuk batang diantaranya dapat digambarkan oleh angka bentuk (form factor) dan taper. Bentuk batang dinilai dari pangkal batang sampai tinggi bebas cabang. Diukur panjang batang yang lurus dan silindris dari pangkal batang/permukaan tanah. Taper adalah pengurangan atau semakin mengecilnya diameter batang dari pangkal hingga ke ujung. Chapman dan Meyer (1949) dalam
Muhdi (2003) menyatakan bahwa taper merupakan resultante dimensi pohon yang disebabkan oleh pengaruh pertumbuhan tinggi dan diameter pohon. Makin besar angka taper suatu batang pohon makin rendah rendemen bila dibuat kayu lapis dan papan gergajian. Bentuk batang ditentukan oleh faktor genetik (inheritance), tetapi dapat mengalami perubahan karena adanya faktor dari luar seperti lingkungan dan perlakuan silvikultur. Lingkungan dan perlakuan silvikultur dapat mempengaruhi fisik, ukuran dan bentuk tajuk pohon.
6. Kerapatan
Kerapatan kayu adalah perbandingan antara massa kayu dengan volume kayu pada kondisi tertentu. Kerapatan kayu menggambarkan massa dari dinding sel kayu tersebut pada volume tertentu. Sifat ini dipengaruhi adanya kayu awal dan kayu akhir, zat ekstraktif, laju pertumbuhan dan proporsi dan tipe sel penyusun kayu. Pada kayu daun lebar tata lingkar, kerapatan meningkat seiring dengan laju pertumbuhan, sedangkan pada kayu daun lebar tata baur dan beberapa kayu daun jarum korelasi kerapatan dengan laju pertumbuhan tidak nampak. Pada kayu daun jarum yang mempunyai lingkaran tahun yang jelas, laju pertumbuhan yang meningkatkan akan menurunkan kerapatan, karena keberadaan kayu awal.
Kayu dengan kerapatan yang tinggi akan lebih kuat untuk digunakan sebagai
kayu konstruksi. Kerapatan tinggi juga akan menghasilkan pulp per satuan massa yang tinggi dibanding kayu yang mempunyai kerapatan yang rendah.
7. Panjang Serat
Pertumbuhan yang dipercepat akan menghasilkan panjang trakeid pada kayu
daun jarum menjadi pendek, sebaliknya pada kayu daun lebar, pertumbuhan yang dipercepat akan menghasilkan panjang serat yang panjang. Perlakuan silvikulture di lapangan dan faktor genetik akan mempengaruhi panjang pendeknya serat.
Kayu sebagai bahan baku pulp sangat membutuhkan kayu berserat panjang. Semakin panjang serat, sudut mikrofibrilnya makin kecil sehingga kestabilan dari kayu tersebut akan semakin stabil, cocok untuk bahan baku konstruksi.
8. Arah Serat
Percepatan pertumbuhan dengan perlakuan silvikultur yang intensif (terutama irigasi) cenderung mengurangi terjadinya “serat terpilin” (Wahyudi, 2009). Pemangkasan di awal periode pertumbuhan juga cenderung menekan terjadinya “serat terpilin”
C. PERLAKUAN SILVIKULTUR
Silvikultur adalah model untuk menciptakan dan memelihara berbagai tipe hutan dan melaksanakan dengan sebaik-baiknya secara objektif baik itu sebagai pemilik maupun sebagai pemerintah atau cara penanganan hutan dengan pengetahuan tipe hutan, bagaimana pohon tumbuh, bereproduksi, dan perubahan terhadap lingkungan yang dimodifikasi dalam praktek untuk menghasilkan nilai ekonomi (Daniel et al 1979 ; Smith et al 1997). Peran silvikultur dalam pengelolaan hutan adalah kontrol pembentukan, pertumbuhan, komposisi dan kualitas vegetasi hutan (Daniel et al 1979). Peranan ini sangat penting tergantung dari tujuan akhir
pengelolaan suatu tegakan. Perlakuan silvikultur dan pengaruhnya terhadap sifat sifat kayu dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perlakuan Silvikultur dan Sifat-sifat Kayu yang Dipengaruhi
Perlakuan Silvikultur
Sifat-sifat kayu yang dipengaruhi
Jarak Tanam
Berat jenis, kayu juvenile, mata kayu dan taper
Penjarangan
Berat jenis, kayu juvenile, kayu reaksi, mata kayu, dan taper
Pemupukan
Berat jenis,keseragaman, lingkaran tahun, kayu juvenile, mata kayu, panjang serat, dan komposisi kimia
Irigasi
Berat jenis, keseragaman lingkaran tahun , kayu juvenile, mata kayu, panjang serat, dan orientasi serat
Pemangkasan
Mata kayu, taper, dan orientasi serat
Jarak tanam yang lebar menghasilkan pohon-pohon yang berdiameter besar, tajuk yang terus menerus tumbuh dan volume per hektar kecil (Goudie 2002 ; DeBell,Curtis 2003) sehingga perlu kombinasi antara jarak tanam yang lebar dengan pemangkasan. Jarak tanam yang rapat akan mencegah pembentukan cabang-cabang besar dan mengurangi besarnya ukuran mata kayu (Chauhan 2006). Sifat mekanika kayu akan berubah dengan perlakuan jarak tanam karena perubahan kerapatan, hasil penelitian Ellis’s (1998), menunjukkan nilai MOR akan berkurang 16 % dan nilai MOE akan berkurang 12 % (Goudie 2002).
Perlakuan penjarangan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan dan panjang rotasi, meningkatkan ukuran mata kayu akibat dari pengaruh tajuk (Chaucan 2006). Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Yunianti (2002) penjarangan
mempengaruhi diameter serat dan kandungan lignin pada tegakan Acacia mangium setelah 11 bulan dijarangi. Hasil penelitian Heriansyah et al (2007) menunjukkan kerapatan kayu pada tegakan yang tidak dijarangi lebih tinggi dibanding pada tegakan yang dijarangi. Proporsi dari biomassa batang pada tegakan yang dijarangi cenderung konstan selama periode penjarangan dan setelah itu agak meningkat seiring dengan umur sedangkan biomass daun menurun. Pada tegakan yang tidak dijarangi proporsi biomassa batang meningkat seiring dengan umur sedangkan biomassa daun menurun secara drastis ketika terjadi persaingan pada umur muda tetapi relatif menjadi konstan setelah itu.
Perlakuan pemupukan akan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan, berat jenis, perubahan kayu awal ke kayu akhir, kayu juvenile, ukuran dan keberadaan mata kayu, panjang serat dan komposisi kimia (DeBell,Curtis 2003). Pemupukan meningkatkan kecepatan pertumbuhan sehingga meningkatkan pertumbuhan tajuk dan pembentukan cabang yang terus menerus sehingga meningkatkan jumlah kayu reaksi dan jumlah dan ukuran cabang. Adanya irigasi akan mempengaruhi berat jenis, lingkaran tahun, kayu juvenile, mata kayu, panjang serat dan orientasi serat. Perlakuan pemangkasan akan mengurangi jumlah dan ukuran mata kayu, bentuk batang, orientasi serat dan mempercepat perubahan dari kayu juvenile ke kayu dewasa (DeBell et al 2002 ; DeBell,Curtis 2003). Salah satu contoh misalnya kayu jati, dikatakan mempunyai kualitas yang baik jika memiliki kayu yang lurus. Untuk mendapatkan kayu yang lurus adalah dengan pemilihan bibit unggul. Perkembangan teknologi khususnya dalam bidang rekayasa genetik (Pemuliaan Pohon / Tree
Improvement) telah menghadirkan jati varietas unggul. Jati yang dihasilkan diharapkan memiliki keunggulan komparatif berdaur pendek (± 15 tahun), sedikit cabang, batang lurus dan silindris. Kenyataan di lapangan kadangkala tanaman jati dari bibit yang unggul memiliki cabang sehingga untuk memaksimalkan hasil panen nantinya perlu dilakukan penebangan pada cabang-cabang atau ranting tanaman jati tersebut (Anonim 2006). Pemotongan cabang secara berkala dilakukan agar tanaman jati pada usia muda dapat berkembang pada satu batang saja, sehingga pertumbuhan keatas dapat dipercepat sehingga batang yang dihasilkan dapat lurus (tidak bercabang).
Beberapa penyebab utama penurunan kualitas kayu akibat percepatan pertumbuhan adalah ukuran dan frekuensi mata kayu, kayu reaksi dan serat terpuntir (Daniel et al 1979) dan meningkatnya periode kayu juvenil. Kayu juvenil umumnya mempunyai kerapatan yang rendah, panjang serat yang pendek, perbandingan antara lignin dan sellulose tinggi, sudut mikrofibril yang besar sehingga sifat mekanikanya yang rendah, papan yang dihasilkan penyusutannya tinggi, melengkung dan rendemen pulp yang dihasilkan rendah (Goudie 2002; DeBell,Curtis 2003 ).
Berat jenis merupakan sifat kayu yang sangat penting dalam penggunaan kayu. Pohon-pohon yang pertumbuhannya dipercepat akan mempunyai berat jenis yang berbeda dengan pohon yang tumbuh alami pada jenis dan lokasi yang sama. Tetapi beberapa penelitian terdahulu menyatakan berat jenis tidak dipengaruhi oleh kecepatan pertumbuhan (DeBell et al 2002; Koga,Zhang2002 ; Bowyer et al 2003).
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar