EKONOMI SUMBER DAYA HUTAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kawasan hutan di Indonesia yang mencapai 120,5 juta ha atau sekitar 60 persen dari luas total Indonesia, mempunyai manfaat langsung dan tidak langsung yang telah dikenal secara luas. Selain berperan sebagai sumber pendapatan untuk 1,35 % angkatan kerja langsung dan 5.4 % angkatan kerja tidak langsung, hutan merupakan tulang punggung ekonomi nasional antara tahun 1985 – 1995an. Manfaat langsung dari hutan adalah penghasil kayu dan non kayu sedang manfaat tidak langsung adalah sebagai pengatur iklim mikro, pengatur tata air dan kesuburan tanah, serta sumber plasma nutfah yang sangat penting bagi kehidupan manusia saat ini dan di masa yang akan datang.
Terjadinya perubahan lingkungan dan penggunaan lahan dicirikan dengan adanya dinamika perubahan (exchange) dan kompleksitas (complexity). Perubahan yang terjadi secara terus menerus dengan frekuensi dan intensitas yang berbeda-beda. Kompleks dan rumit antara komponen abiotik, biotik dan kultur yang semuanya masih memberikan kontribusi ketidak pastian dalam kondisi mendatang. Secara umum persoalan lingkungan hidup merupakan permasalahn yang penting dalam rangka pengembangan dan pembangunan wilayah di indonesia. Kerusakan dan degradasi lahan serta tidak optimaknya pemanfaatan sumberdaya alam semakin menambah kompleksitasnya permasalahan pengelolaan sumberdaya alam.
Degradasi sumber daya alam yang disebabkan oleh berbagai macam perlakuan baik legal maupun ilegal mengakibatkan terganggunya keseimbangan suatu ekosistem yang pada giliranya akan mengakibatkan berkurangnya fungsi ekosistem, seperti fungsi lindung, fungsi hidrologis (mengatur tata air) dan sebagai ruang semuamahluk hidup di dalam suatu wilayah.
B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari pada pembuatan makalah ini yaitu;
1. Mengetahui penyebab terjadinya deforestasi
2. Mengetahui akibat yang muncul yang disebabkan oleh deforestasi
3. Mengetahui langkah-langkah pencegahan untuk mengurangi laju deforestasi
Sedangkan yang menjadi Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah dapat di ketahuinya penyebab dan dampak dari deforestasi serta langkah-langkah yang di ambil untuk mengurangi laju deforestasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kondisi Hutan indonesia
Hutan Indonesia merupakan salah satu hutan tropis terluas ketiga di dunia dan ditempatkan pada urutan kedua dalam hal tingkat keanekaragaman hayatinya. Keanekaragaman hayati yang ada terdapat di bumi Indonesia meliputi: 10 persen spesies tanaman berbunga, 12 persen spesies mamalia, 16 persen spesies reptilia dan amfibia, 17 persen spesies burung, serta 25 persen spesies ikan yang terdapat di dunia.
Namun, potret keadaan hutan Indonesia dari sisi ekologi, ekonomi dan sosial ternyata semakin buram. Kerusakan hutan di Indonesia masih tetap relatif tinggi dari tahun ke tahun. Pertumbuhan sektor kehutanan yang sangat pesat dan menggerakkan ekspor bagi perekonomian pada awal periode 1980-an sampai akhir 1990-an telah mengorbankan hutan karena kegiatan eksploitasi yang tidak terkendali dan dilakukan secara masif tanpa memperhatikan aspek kelestarian dan keberlanjutan. Konsekuensinya, Indonesia menjadi negara emiter karbon terbesar ketiga di dunia akibat hilangnya hutan karena terjadinya alih fungsi lahan hutan, kebakaran hutan, serta penebangan yang eksploitatif dan tidak terkontrol.
B. Deforestasi Di indonesia
Saat ini Kerusakan hutan (deforestasi) masih tetap menjadi ancaman di Indonesia. Menurut data laju deforestasi (kerusakan hutan) periode 2003-2006 yang dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan1,17 juta hektar pertahun.
Bahkan kalau menilik data yang dikeluarkan oleh State of the World’s Forests 2007 yang dikeluarkan The UN Food & Agriculture Organization (FAO), angka deforestasi Indonesia pada periode 2000-2005 1,8 juta hektar/tahun. Laju deforestasi hutan di Indonesia ini membuat Guiness Book of The Record memberikan ‘gelar kehormatan’ bagi Indonesia sebagai negara dengan daya rusak hutan tercepat di dunia. Selain itu, 25 persen lainnya atau setara dengan 48 juta hektar juga mengalami deforestasi dan dalam kondisi rusak akibat bekas area HPH (hak penguasaan hutan). Dari total luas htan di Indonesia hanya sekitar 23 persen atau setara dengan 43 juta hektar saja yang masih terbebas dari deforestasi (kerusakan hutan) sehingga masih terjaga dan berupa hutan primer. C. UU No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Konservasi Sumber Daya Alam Hayati menurut pasal 1 ayat (2) UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dirumuskan bahwa” pengelolalaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatanya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya”. Dengan demikian konservasi dalam undang-undang ini mencakup pengelolaan sumber alam hayati, yang termasuk didalamnya hutan. Sasaran konservasi yang ingin dicapai menurut UU No. 5 Tahun 1990, yaitu:
1. Menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan manusia (perlindungan sistem penyangga kehidupan); 2. Menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan sumber daya alam hayati bagi kesejahteraan (pengawetan sumber plasma nutfah); 3. Mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumber daya alam hayati sehingga terjamin kelestariannya. Akibat sampingan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang bijaksana, belum harmonisnya penggunaan dan peruntukan tanah serta belum berhasilnya sasaran konservasi secara optimal, baik di darat maupun di perairan dapat mengakibatkan timbulnya gejala erosi genetik, polusi, dan penurunan potensi sumber daya alam hayati (pemanfaatan secara lestari. Pengelolaan dan pemanfaatan untuk sumber daya hutan, dalam rangka kesinambungan usaha Perlindungan hutan, dengan maksud konservasi yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah terjadinya kerusakan agar kelestarian fungsi hutan dapat tetap terjaga.
Bahkan kalau menilik data yang dikeluarkan oleh State of the World’s Forests 2007 yang dikeluarkan The UN Food & Agriculture Organization (FAO), angka deforestasi Indonesia pada periode 2000-2005 1,8 juta hektar/tahun. Laju deforestasi hutan di Indonesia ini membuat Guiness Book of The Record memberikan ‘gelar kehormatan’ bagi Indonesia sebagai negara dengan daya rusak hutan tercepat di dunia. Selain itu, 25 persen lainnya atau setara dengan 48 juta hektar juga mengalami deforestasi dan dalam kondisi rusak akibat bekas area HPH (hak penguasaan hutan). Dari total luas htan di Indonesia hanya sekitar 23 persen atau setara dengan 43 juta hektar saja yang masih terbebas dari deforestasi (kerusakan hutan) sehingga masih terjaga dan berupa hutan primer. C. UU No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Konservasi Sumber Daya Alam Hayati menurut pasal 1 ayat (2) UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dirumuskan bahwa” pengelolalaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatanya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya”. Dengan demikian konservasi dalam undang-undang ini mencakup pengelolaan sumber alam hayati, yang termasuk didalamnya hutan. Sasaran konservasi yang ingin dicapai menurut UU No. 5 Tahun 1990, yaitu:
1. Menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan manusia (perlindungan sistem penyangga kehidupan); 2. Menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan sumber daya alam hayati bagi kesejahteraan (pengawetan sumber plasma nutfah); 3. Mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumber daya alam hayati sehingga terjamin kelestariannya. Akibat sampingan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang bijaksana, belum harmonisnya penggunaan dan peruntukan tanah serta belum berhasilnya sasaran konservasi secara optimal, baik di darat maupun di perairan dapat mengakibatkan timbulnya gejala erosi genetik, polusi, dan penurunan potensi sumber daya alam hayati (pemanfaatan secara lestari. Pengelolaan dan pemanfaatan untuk sumber daya hutan, dalam rangka kesinambungan usaha Perlindungan hutan, dengan maksud konservasi yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah terjadinya kerusakan agar kelestarian fungsi hutan dapat tetap terjaga.
III. PEMBAHASAN
A. Penyebab Deforestasi
Saat ini pada dasarnya ada dua kubu dalam perdebatan yang berlangsung mengenai penyebab deforestasi di Indonesia. Di satu pihak ada penjelasan penjelasan yang memandang produksi petani kecil dan meningkatnya jumlah petani kecil sebagai penyebab utama deforestasi (Barbier et al. 1993, Fraser 1996). Penjelasan tersebut cenderung memandang penduduk sipil dan terutama petani kecil, sebagai faktor utama dalam pembabatan tutupan hutan. Di pihak lain ada penjelasan-penjelasan yang, meskipun mengakui peran besar produksi petani kecil dalam deforestasi, lebih menekankan pada peranan pemerintah dan proyek-proyek pembangunannya, dan pada sektor industri perkayuan (Dick 1991).
Secara umum penyebab terjadinya deforestasi di Indonesia adalah sebagai berikut
1. Kegiatan Pembalakan dan Industri Perkayuan
2. Pembangunan Perkebunan Besar
3. Pembangunan Hutan Tanaman Industri
4. Program Transmigrasi
5. Sistem Perladangan Berpindah dan Perambahan Hutan
6. Kepadatan Penduduk
7. Illegal Logging
Saat ini pada dasarnya ada dua kubu dalam perdebatan yang berlangsung mengenai penyebab deforestasi di Indonesia. Di satu pihak ada penjelasan penjelasan yang memandang produksi petani kecil dan meningkatnya jumlah petani kecil sebagai penyebab utama deforestasi (Barbier et al. 1993, Fraser 1996). Penjelasan tersebut cenderung memandang penduduk sipil dan terutama petani kecil, sebagai faktor utama dalam pembabatan tutupan hutan. Di pihak lain ada penjelasan-penjelasan yang, meskipun mengakui peran besar produksi petani kecil dalam deforestasi, lebih menekankan pada peranan pemerintah dan proyek-proyek pembangunannya, dan pada sektor industri perkayuan (Dick 1991).
Secara umum penyebab terjadinya deforestasi di Indonesia adalah sebagai berikut
1. Kegiatan Pembalakan dan Industri Perkayuan
2. Pembangunan Perkebunan Besar
3. Pembangunan Hutan Tanaman Industri
4. Program Transmigrasi
5. Sistem Perladangan Berpindah dan Perambahan Hutan
6. Kepadatan Penduduk
7. Illegal Logging
B. Dampak Deforestasi
Akibat dari Deforestasi terhadap hampir semua jenis kawasan hutan termasuk hutan lindung dan kawasan konservasi mengakibatkan sejumlah implikasi bertingkat yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Deforestasi memperluas lahan kritis di dalam maupun di luar kawasan hutan. Lahan kritis mempunyai beberapa implikasi utama sebagai berikut :
1. Penurunan produktifitas lahan untuk pertanian dan perkebunan, penurunan produktifitas lahan berdampak pada produktifitas pangan dan produksi pertanian yang mempunyai dampak langsung pada pendapatan ekonomi pada tingkat masyarakat.
2. Lahan kritis kehilangan kemampuan menahan laju erosi dan daya tangkap air yang akan mempengatuhi DAS dalam hal (Hariadi, 1995) fluktuasi air menyebabkan banjir di musim hujan dan kekurangan air di musim kemarau.
3. Kelangkaan sumber daya alam dalam hal ini yang berkaitan dengan hutan,selain itu juga dapat memicu terjadinya konflik perebutan sumberdaya tersebut.
4. Pengurangan pendapatan Negara akibat cost yang dikeluarkan dalam penanggulangan bencana, rehabilitasi lahan dan penanganan konflik di tingkat masyarakat.
5. Deforestasi hutan menyebabkan rusaknya hutan yang merupakan habitat bagi sejumlah flora dan fauna meskipun tidak mempunyai data pasti diperkirakan Indonesia akan kehilangan satu dari 50 species setiap tahun dimasa mendatang (Bappenas, 2003). Dampak buruk lain akibat kerusakan hutan adalah terancamnya kelestarian satwa dan flora di Indonesia utamanya flora dan fauna endemik. Satwa-satwa endemik yang semakin terancam kepunahan akibat deforestasi hutan misalnya lutung jawa (Trachypithecus auratus), dan merak (Pavo muticus), owa jawa (Hylobates moloch), macan tutul (Panthera pardus), elang jawa (Spizaetus bartelsi), merpati hutan perak (Columba argentina), dan gajah sumatera (Elephant maximus sumatranus). C. Langkah-langkah pencegahan terhadap laju Deforestasi
Ada beberapa langkah sebagai berikut untuk mengurangi laju dan dampak deforestasi :
1. Berkaitan dengan kegiatan pembalakan dan industri perkayuan, khususnya dalam hal pengelolaan konsesi/HPH dapat ditingkatkan dengan pembaharuan kebijakan.
2. Dilakukannya moratorium atau jeda tebang untuk mengatasi kerusakan hutan. Selain untuk memulihkan kondisi hutan yang rusak, jeda tebang juga memberi waktu bagi pemerintah membenahi karut-marut sektor kehutanan
3. Pembangunan Perkebunan dan Hutan Tanaman Industri, berasal dari praktek konversi kawasan hutan menjadi kawasan perkebunan dan kawasan penggunaan lain, maka perlu dilakukan penghentian (moratorium) konversi kawasan hutan.
4. Lahan areal pertambangan yang membuka areal luas sangat berdampak pada berkurangnya kawasan hutan dan lahan menjadi terbuka serta banyaknya lubang-lubang akibat kegiatan pertambangan maka Wajib melakukan Reklamasi pada kegiatan pasca tambang.
5. Intensifikasi lokasi Reboisasi pada Program GNRHL khususnya pada kawasan hutan yang tidak dibebani hak.
Akibat dari Deforestasi terhadap hampir semua jenis kawasan hutan termasuk hutan lindung dan kawasan konservasi mengakibatkan sejumlah implikasi bertingkat yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Deforestasi memperluas lahan kritis di dalam maupun di luar kawasan hutan. Lahan kritis mempunyai beberapa implikasi utama sebagai berikut :
1. Penurunan produktifitas lahan untuk pertanian dan perkebunan, penurunan produktifitas lahan berdampak pada produktifitas pangan dan produksi pertanian yang mempunyai dampak langsung pada pendapatan ekonomi pada tingkat masyarakat.
2. Lahan kritis kehilangan kemampuan menahan laju erosi dan daya tangkap air yang akan mempengatuhi DAS dalam hal (Hariadi, 1995) fluktuasi air menyebabkan banjir di musim hujan dan kekurangan air di musim kemarau.
3. Kelangkaan sumber daya alam dalam hal ini yang berkaitan dengan hutan,selain itu juga dapat memicu terjadinya konflik perebutan sumberdaya tersebut.
4. Pengurangan pendapatan Negara akibat cost yang dikeluarkan dalam penanggulangan bencana, rehabilitasi lahan dan penanganan konflik di tingkat masyarakat.
5. Deforestasi hutan menyebabkan rusaknya hutan yang merupakan habitat bagi sejumlah flora dan fauna meskipun tidak mempunyai data pasti diperkirakan Indonesia akan kehilangan satu dari 50 species setiap tahun dimasa mendatang (Bappenas, 2003). Dampak buruk lain akibat kerusakan hutan adalah terancamnya kelestarian satwa dan flora di Indonesia utamanya flora dan fauna endemik. Satwa-satwa endemik yang semakin terancam kepunahan akibat deforestasi hutan misalnya lutung jawa (Trachypithecus auratus), dan merak (Pavo muticus), owa jawa (Hylobates moloch), macan tutul (Panthera pardus), elang jawa (Spizaetus bartelsi), merpati hutan perak (Columba argentina), dan gajah sumatera (Elephant maximus sumatranus). C. Langkah-langkah pencegahan terhadap laju Deforestasi
Ada beberapa langkah sebagai berikut untuk mengurangi laju dan dampak deforestasi :
1. Berkaitan dengan kegiatan pembalakan dan industri perkayuan, khususnya dalam hal pengelolaan konsesi/HPH dapat ditingkatkan dengan pembaharuan kebijakan.
2. Dilakukannya moratorium atau jeda tebang untuk mengatasi kerusakan hutan. Selain untuk memulihkan kondisi hutan yang rusak, jeda tebang juga memberi waktu bagi pemerintah membenahi karut-marut sektor kehutanan
3. Pembangunan Perkebunan dan Hutan Tanaman Industri, berasal dari praktek konversi kawasan hutan menjadi kawasan perkebunan dan kawasan penggunaan lain, maka perlu dilakukan penghentian (moratorium) konversi kawasan hutan.
4. Lahan areal pertambangan yang membuka areal luas sangat berdampak pada berkurangnya kawasan hutan dan lahan menjadi terbuka serta banyaknya lubang-lubang akibat kegiatan pertambangan maka Wajib melakukan Reklamasi pada kegiatan pasca tambang.
5. Intensifikasi lokasi Reboisasi pada Program GNRHL khususnya pada kawasan hutan yang tidak dibebani hak.
IV. PENUTUP
Manifestasi dari kehancuran hutan Indonesia ini dibuktikan dengan dipecahkannya rekor Guinnes World Record yang menetapkan Indonesia pada 2007 sebagai negara penghancur hutan tercepat. Sebagai salah satu dari 44 negara yang secara kolektif memiliki 90 persen hutan di dunia, Indonesia meraih tingkat laju penghancuran tercepat antara 2000 – 2005, yakni dengan tingkat 1,871 juta hektar atau sebesar 2 persen setiap tahun atau 51 kilometer persegi per hari, atau setara dengan 300 lapangan bola setiap jamnya. Padahal tingkat kerusakan tersebut merujuk pada data FAO yang bersifat konservatif.
Angka kehancuran Indonesia tersebut merupakan yang tertinggi dari 43 negara lain, disusul oleh Zimbabwe setiap tahun sebesar 1,7 persen dari luas hutan tersisa, Myanmar 1,4 persen, dan Brazil hanya 0,6 persen. Kerusakan hutan Indonesia tersebut sebaliknya telah menyelamatkan hutan Cina sebagai negara tujuan ekspor produk kayu terbesar dari Indonesia. Luas hutan Cina setiap tahun malah bertambah luas 2,2 persen. Sebaliknya Indonesia saat ini hanya menyisakan 28 persen hutan primernya.
Pada akhirnya, peran serta semua pihak untuk menyelamatkan hutan Indonesia adalah kunci utamanya. Tanpa adanya kesadaran arti penting hutan bagi kehidupan makhluk bumi, maka kerusakan bumi akan menjadi hal nyata. Pada akhirnya, manusialah yang paling merugi akibat kerusakan alam.
DAFTAR PUSTAKA
DepHut. 1995. Laporan: Inventarisasi dan Identifikasi Perladangan Berpindah/Perambahan Hutan Propinsi Kalimantan Timur, Tahun Anggaran 1994/1995. Dephut Kanwil Propinsi Kalimantan Timur, Samarinda.
Dick, J. 1991. Forest land use, forest use zonation, and deforestation in Indonesia: a summary and interpretation of existing information. (BAPEDAL).
FAO. 1996. Forest Resources Assessment 1990: Survey of Tropical Forest Cover and Study of Change Processes. FAO.
Fraser, A.I. 1996. Social, economic and political aspects of forest clearance and land-use planning in Indonesia.
Hariadi. 1993. Rendahnya kontribusi pengusahaan hutan terhadap pembangunan regional. (The low level of economic contribution of forest enterprises to the regional development.) Teknolog. http://mukti-aji.blogspot.com/2008/05/deforestasi-indonesia.html Kerusakan Hutan (Deforestasi) Di Indonesia _ Alamendah's Blog.htm
World Bank. 1990. Indonesia: Sustainable Development of Forests, Land, and Water. The World Bank, Washington, DC.
World Bank. 1995. The economics of long term management of Indonesia’s natural forest.
Weinstock, J.A. and Satyawan Sunito. 1989. Review of shifting cultivation in Indonesia. Directorate General of Forest Utilization, Ministry of Forestry, Government of Indonesia and Food and Agriculture Organization of the United Nations, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar