TUGAS
Ekonomi Perusahaan Hutan
(PDRB & PDRB Hijau)
LA ODE KAIMAN HAQ
D1 B5 06 041
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2012
PENGERTIAN PDRB
(Produk Domestik Regional Bruto)
Untuk menghindarkan penafsiran maka pemahaman atas konsep dan definisi yang digunakan sangat diperlukan.
2.1.1. Produk Domestik dan Produk Regional
Semua barang dan jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah domestik, tanpa memperhatikan apakah faktor produksinya berasal dari atau dimiliki oleh penduduk daerah tersebut, merupakan “Produk Domestik” daerah bersangkutan. Pendapatan yang timbul oleh karena adanya kegiatan produksi tersebut merupakan “Pendapatan Domestik”.
Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian dari faktor produksi yang digunakan dalam kegiatan produksi di suatu daerah berasal dari daerah lain atau dari luar negeri, demikian juga sebaliknya faktor produksi yang dimiliki penduduk daerah tersebut dapat ikut serta dalam proses produksi di daerah lain atau di luar negeri. Hal ini menyebabkan nilai produk domestik yang timbul di suatu daerah tidak sama dengan pendapatan yang diterima penduduk daerah tersebut.
Dengan adanya arus pendapatan yang mengalir antar daerah (termasuk juga dari dan ke luar negeri) yang pada umumnya berupa upah/gaji, bunga, deviden dan keuntungan maka timbul perbedaan antara Produk Domestik dan Produk Regional.
Produk Regional adalah Produk Domestik ditambah dengan pendapatan yang diterima dari luar daerah/negeri dikurangi dengan pendapatan yang dibayarkan keluar daerah/negeri tersebut. Akan tetapi untuk mendapatkan angka-angka tentang pendapatan yang mengalir keluar dan masuk ke suatu daerah (yang secara nasional dapat diperoleh dari neraca pembayaran luar negeri) masih sangat sulit saat ini, hingga Produk Regional ini belum dapat dihitung. Untuk sementara dalam perhitungan ini Produk Regional dianggap sama dengan “Produk Domestik Regional Netto (PDRN) Atas Dasar Biaya Faktor”.
Bila Pendapatan Regional ini dibagi dengan jumlah penduduk yang tinggal di region tersebut, maka dihasilkan Pendapatan Per Kapita.
2.1.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Pasar
Angka Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Pasar dapat diperoleh dengan menjumlahkan nilai tambah bruto (Gross Value Added) yang timbul dari seluruh sektor ekonomi di wilayah itu. Yang dimaksud dengan nilai tambah bruto adalah nilai lebih yang timbul setelah melalui suatu proses produksi atau nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara. Nilai tambah bruto disini mencakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tak langsung netto. Dengan menghitung nilai tambah bruto dari masing-masing sektor dan menjumlahkan nilai tambah bruto dari seluruh sektor, akan diperoleh Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Pasar.
2.1.3. Produk Domestik Regional Neto (PDRN) Atas Dasar Harga Pasar
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Pasar dikurangi penyusutan akan diperoleh Produk Domestik Regional Netto Atas Dasar Harga Pasar. Penyusutan yang dimaksud adalah nilai susut (ausnya) dari barang-barang modal yang terjadi selama barang tersebut ikut serta dalam proses produksi.
2.1.4. Produk Domestik Regional Neto (PDRN) Atas Dasar Biaya Faktor
Perbedaan antara konsep biaya faktor dengan harga pasar adalah karena adanya pajak tidak langsung yang dipungut oleh pemerintah dan subsidi yang diberikan oleh pemerintah kepada unit-unit produksi. Pajak tidak langsung yang dibayar oleh perusahaan terdiri dari iuran wajib ke pemerintah yang diberlakukan sebagai biaya untuk kegiatan produksi. Pajak tidak langsung ini termasuk segala jenis pajak yang dikenakan atas kegiatan produksi, penjualan, pembelian atau penggunaan barang dan jasa oleh perusahaan. Suatu perusahaan/usaha dapat membayar pajak tidak langsung kepada Pemerintah Daerah maupun ke Pemerintah Pusat.
Pajak Tidak Langsung ini meliputi pajak penjualan, bea ekspor, cukai dan lain-lain pajak, kecuali pajak pendapatan dan pajak perseorangan. Pajak tidak langsung dan subsidi mempunyai pengaruh terhadap harga barang-barang. Pajak berpengaruh menaikkan harga sedangkan subsidi menurunkan harga. Pajak tidak langsung neto diperoleh dari pajak tidak langsung dikurangi subsidi. Produk
Domestik Regional Netto Atas Dasar Harga Pasar dikurangi pajak tidak langsung neto, hasilnya adalah Produk Domestik Regional Neto Atas Dasar Biaya Faktor.
2.1.5. Ringkasan Agregat PDRB
Dari uraian di atas, maka konsep-konsep yang dipakai dalam Produk Domestik Regional Bruto adalah sebagai berikut :
Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Pasar (GRDP at Market Prices), dikurangi penyusutan akan sama dengan ;
Produk Domestik Regional Neto Atas Dasar Harga Pasar (NRDP at Market Price) dikurangi pajak tidak langsung neto akan sama dengan ;
Produk Domestik Regional Neto Atas Dasar Biaya Faktor (NRDP at Factor Cost) ditambahkan pendapatan neto yang mengalir dari / ke daerah lain akan sama dengan ;
Pendapatan Regional (Regional Income) dikurangi pajak pendapatan perusahaan (Cooperate Income Tax), keuntungan yang tidak dibagikan (Undistributed Profit), iuran kesejahteraan sosial (Social Security Contribution) ditambah transfer yang diterima oleh rumah tangga, bunga neto atas bunga pemerintah akan sama dengan ;
Pendapatan Orang – Seorang (Personal Income) dikurangi pajak rumah tangga, transfer yang dibayarkan rumah tangga, akan sama dengan ;
Pendapatan Yang Siap Dibelanjakan (Disposible Income).
PDRB Hijau Kabupaten Karangasem
Sejalan dengan Peraturan Presiden RI No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 yang menetapkan penyusunan PDB Hijau sebagai kegiatan dalam Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi SDA dan LH, maka kegiatan sosialisasi dan penyempurnaan penghitungan PDRB Hijau perlu dilaksanakan. Menyikapi keputusan tersebut Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII atau BPKH Wilayah VIII menyambut positif dengan melakukan ujicoba penghitungan kontribusi hijau sektor kehutanan terhadap PDRB.
Berbagai pihak telah menyadari bahwa hutan memiliki peranan yang sangat penting bagi keberhasilan pembangunan baik secara nasional maupun pembangunan di daerah. Oleh sebab itu keberadaan hutan memerlukan adanya penilaian yang lebih lengkap serta menyeluruh terhadap semua produk dan jasa atau manfaat yang dihasilkannya. Berbagai upaya telah dirintis oleh banyak pihak untuk memulai memperhitungkan dimensi lingkungan dalam aktifitas kegiatan pembangunan sebagai dasar bagi keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan mengintegrasikan nilai-nilai depresiasi yang mencakup nilai deplesi dan degradasi lingkungan sektor kehutanan pada nilai kontribusi sektor kehutanan secara menyeluruh termasuk industri kayu dan hasil hutan lainnya terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Metodologi Penyusunan Kontribusi Hijau Sektor Kehutanan
Secara konvensional PDRB merupakan ukuran keberhasilan kinerja pembangunan suatu daerah baik itu kabupaten, kota maupun provinsi. Pada dasarnya PDRB merupakan seluruh jumlah barang dan jasa akhir (final product) yang dihasilkan oleh suatu kegiatan perekonomian atau pembangunan regional (daerah) baik kabupaten, kota maupun provinsi, dalam waktu satu tahun yang dinyatakan dalam nilai rupiah.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Hijau merupakan pengembangan dari PDRB Coklat atau kovensional. PDRB Coklat sendiri merupakan catatan tentang jumlah nilai rupiah dari barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu daerah (provinsi/Kabupaten/Kota) dalam waktu satu tahun. Nilai PDRB suatu daerah sebenarnya adalah nilai tambah yang diciptakan oleh semua sektor usaha didaerah tersebut.
Untuk membuat agar nilai-nilai yang ada didalam PDRB mencerminkan nilai kesejahteraan yang sebenarnya dari hasil kegiatan perekonomian atau pembangunan suatu daerah, maka perlu dilakukan penghitungan PDRB yang disesuaikan (adjusted gross regional domestic bruto/ GRDP) yang disebut juga sebagai PDRB Hijau yaitu dengan memasukan kedalam penghitungan PDRB (Coklat) nilai deplesi sumberdaya alam dan kerusakan (degradasi) lingkungan yang ditimbulkan sebagai produk yang tidak diinginkan (undisirable outputs). Dengan demikian nilai PDRB yang telah disesuaikan tersebut dapat dijadikan
acuan dasar yang lebih komprehensif bagi perencanaan pembangunan yang berkelanjutan dan lingkungan disamping faktor-faktor lainnya.
Cara menghitung PDRB
Tiga pendekatan utama dalam menghitung PDRB, yaitu :
1. Menjumlahkan seluruh nilai tambah dari setiap sektor kegiatan ekonomi,
2. Menjumlahkan semua jenis pendapatan yang diperoleh oleh para pemilik faktor produksi seperti tenaga kerja,modal, alat, perlengkapan dan sumberdaya alam serta keahlian.
3. Menjumlahkan seluruh pengeluaran setiap kegiatan di masing-masing sektor.
Penghitungan PDRB Semi Hijau
PDRB Semi Hijau adalah hasil pengembangan PDRB Coklat dengan memasukan dimensi lingkungan (deplesi SDA dan kerusakan lingkungan) ke dalam perhitungan PDRB Konvensional. PDRB Konvensional yang disebut juga dengan PDRB Coklat dikurangi dengan nilai deplesi dari sektor kehutanan sehingga hasil yang didapatkan adalah PDRB Semi Hijau
Penghitungan PDRB Hijau
Untuk sampai pada nilai PDRB Hijau, terhadap nilai-nilai pada PDRB Semi Hijau masih harus dikurangi lagi nilai kerusakan atau degradasi lingkungan, sehingga akhirnya diperoleh nilai PDRB Hijau yang sebenarnya.
Penyusunan Kontribusi Hijau Sektor Kehutanan
Sebagai langkah awal dalam penyusunan kontribusi hijau sektor kehutanan, ditentukan ruang lingkup studi khususnya berkaitannya dengan wilayah studi, yakni Kabupaten Karangasem Provinsi Bali. Kabupaten ini dipilih karena dalam studi ini menitik beratkan kajian pada kontribusi hijau sektor kehutanan di wilayah tersebut dimana Kabupaten Karangsem masih memiliki kawasan hutan yang cukup luas. Oleh karenanya dalam meninjau laporan PDRB Kabupaten Karangasem, sektor yang menjadi perhatian dalam studi ini adalah sub sektor kehutanan, sektor pertanian dan industri pengolahan hasil hutan pada sub sektor industri pengolahan non migas, sektor industri pengolahan. Dengan semikian, secara singkat tahapan studi ini meliputi :
a. Mengkaji sektor yang berkaitan dengan sektor kehutanan (sub sektor kehutanan dan industri pengolahan hasil hutan) yang memberikan kontribusi pada PDRB Kabupaten Karangasem.
b. Mengidentifikasi semua jenis dan volume sumberdaya hutan baik kayu maupun non kayu yang digunakan dan diambil baik secara langsung maupun tidak langsung dan memiliki nilai ekonomi di wilayah tersebut. Untuk ini informasi dapat diperoleh dari Dinas Perindustrian dan juga Kantor badan Statistik Daerah, serta wawancara langsung dengan beberapa perusahaan dan industri sampel.
c. Melakukan valuasi ekonomi terhadap sumberdaya hutan yang digunakan atau yang diekstrak dari hutan. Valuasi dilakukan dengan pendekatan nilai pasar
untuk produk-produk yang memiliki nilai pasar dan dipasarkan atau menggunakan nilai barang pengganti dan barang pelengkapnya, atau dengan contingent valuation yaitu kesediaan membayar atau kesediaan menerima pembayaran untuk produk yang tidak memiliki nilai pasar atau untuk menaksir nilai kerusakan lingkungan. Data harga diperoleh dari data sekunder ataupun data primer dari perusahaan yang terlibat dalam proses produksi dan penggunaan sumberdaya alam.
d. Menghitung volume kerusakan akibat deplesi sumberdaya hutan dan menghitung pula dampak negatif yang ditimbulkan akibat adanya proses produksi industri hasil hutan. Khusus dalam menghitung dampak negatif yang timbul akibat pengolahan industri hasil hutan ini digunakan berbagai metode yang paling mendekatai angka degradasi, misalnya dengan metode prevention cost yaitu dengan menginternalkan biaya biaya pengolahan limbah pada hasil akhir industri pengolahan. Selain itu, metode lain yang digunakan adalah metode observasi langsung dan metode perkiraan dengan menggunakan benefit transfer. Kemudian valuasi ekonominya dapat menggunakan metode biaya pengganti (replacement costs) dan metode pendapatan yang hilang (forgone income).
e. Setelah nilai deplesi, degradasi lingkungan dan degradasi industri pengolahan hasil hutan dapat dihitung, selanjutnya nilai-nilai tersebut dikurangkan dari kontribusi sektor kehutanan sehingga akan diperoleh nilai kontribusi hijau sektor kehutanan pada PDRB.
f. Kontribusi riil sektor kehutanan pada pembangunan diperoleh dengan jalan menjumlahkan kontribusi sektor kehutanan dengan depresiasi lingkungan kemudian dikurangi dengan degradasi industri pengolahan hasil hutan.
Kesimpulan
1. Secara umum, sumberdaya hutan selain memberikan nilai tambah melalui produksi kayu dan hasil hutan lainnya, juga menjadi sumber pendapatan negara maupun sumber devisa. Hutan juga (termasuk hutan di Kabupaten Karangasem) memberikan kontribusi dalam bentuk jasa lingkungan antara lain sebagai pengaman lingkungan dari berbagai bencana banjir dan kekeringan, memelihara fungsi tata air, penyerapan karbon sehingga mengurangi pemanasan global dan memperbaiki kualitas udara serta sebagai habitat flora dan fauna.
2. Kontribusi sektor kehutanan di Kabupaten pada pembangunan regional dinilai sebagai jumlah pemanfaatan hutan secara langsung oleh masyarakat sekitar hutan dalam pemanfaatannya untuk kebutuhan sehari-hari misalnya kayu bakar. Nilai tambah yang dihasilkan berasal dari penghasilan dari faktor produksi seperti upah/gaji, sewa, bunga modal dan laba yang diciptakan oleh kegiatan ekonomi sedangkan fungsi jasa lingkungan hutan yang meliputi fungsi lindung maupun fungsi konservasi belum diberi nilai dalam penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten.
3. Kontribusi sektor kehutanan yang memasukan dimensi lingkungan (deplesi sumberdaya alam dan degradasi lingkungan) disebut sebagai kontribusi hijau sektor kehutanan, terhadap pembangunan nilai deplesi sumberdaya alam ditambah dengan nilai degradasi lingkungan disebut sebagai penyusutan (depresiasi) sumberdaya alam dan lingkungan.
4. Nilai deplesi sumberdaya hutan adalah sama dengan nilai pengambilan sumberdaya hutan atas dasar penggunaan, sedangkan nilai degradasi lingkungan adalah sama dengan menurunnya nilai jasa lingkungan atas dasar penggunaan tidak langsung seperti fungsi konservasi air dan tanah, fungsi penyerap karbon, fungsi pencegah banjir, dan fungsi keanekaragaman hayati, termasuk degradasi lingkungan yang dinilai atas dasar tanpa melalui penggunaan seperti nilai opsi (option value) dan nilai keberadaan (existence value) akibat pengambilan sumberdaya hutan.
5. Kontribusi hijau sektor kehutanan pada PDRB dapat dilihat dari pemanfaatan hutan secara tidak langsung oleh masyarakat sekitarnya yang menciptakan kegiatan ekonomi setelah dikurangi dengan kebakaran dan pencurian atau tebangan.
6. Nilai deplesi sumberdaya hutan diperoleh dengan pendekatan kebakaran hutan dan pencurian kayu yaitu mengalikan unit rent dengan volume kayu yang dideplesi. Total deplesi hutan dari tahun 2004 hingga tahun 2006 berturut-turut adalah Rp. 26,650 juta, Rp. 15,80 Juta dan Rp. 108,00 juta. Kebakaran hutan pernah terjadi di Kecamatan Rendang, Abang, Kubu, dan Daya pada tahun 2004, di Kecamatan Abang dan Daya tahun 2005 dan di
Kecamatan Rendang, Manggis, Abang, Kubu dan Daya tahun 2006. Pencurian kayu pernah terjadi di Kecamatan Rendang tahun 2004, di kecamatan Rendang dan Daya tahun 2005, dan di Kecamatan Rendang pada tahun 2006. Jika dibandingkan kebarakan hutan dengan pencurian kayu, luas kebakaran hutan jauh lebih besar dari luas pencurian kayu.
7. Nilai degradasi lingkungan karena kerusakan hutan akibat tebangan atau pencurian dan kebakaran di Kabupaten Karangasem berupa konservasi tanah dan air, penyerapan karbon, pencegah banjir, transportasi air dan keanekaragaman hayati mulai tahun 2004 hingga tahun 2006 berturut-turut adalah Rp. 13,03 juta, Rp. 7,97 juta dan Rp. 49,15 juta.
8. Nilai kontribusi sektor kehutanan pada PDRB Kabupaten Karangasem dapat diketahui dengan mengurangkan nilai depresiasi sektor kehutanan dari nilai kontribusi konvensional pada PDRB Kabupaten Karangasem. Mulai tahun 2004 hingga tahun 2006 berturut-turut nilai kontribusi hijau sektor kehutanan pada PDRB Kabupaten Karangasem adalah Rp. 54,67 juta, Rp. 75,76 juta, dan – Rp. 46,93 juta.
9. Nilai kontribusi hijau sektor kehutanan pada PDRB Kabupaten Karangasemyang negatif artinya nilai manfaat yang diciptakan oleh sektor kehutanan sebagaimana dilaporkan dalam PDRB (coklat) Kabupaten Karangasem lebih kecil daripada nilai modal alami yang dikorbankan karena terdeplesi dan terdegradasi.
10. dari berbagai penemuan diatas dapat dinyatakan manfaat dari penyusunan PDRB Hijau pada umumnya dan kontribusi hijau sektor kehutanan pada khususnya terhadap PDRB, yaitu:
Menghindari bias perhitungan kinerja pembangunan ekonomi suatu daerah
Rencana dan kebijakan pembangunan kehutana daerah dapat disusun berdasarkan kondisi faktual yang ada serta lebih sempurna dan terarah,
Mengetahui besarnya nilai deplesi dan kerusakan lingkungan hutan sebagai dasar untuk mengontrol kerusakan sumberdaya hutan,
dMemberikan penilaian wajar pada keanekaragaman hayati dan jasa lingkungan,
Sebagai masukan dalam penentuan besar kecilnya pungutan atau ganti rugi kerusakan lingkungan,
Sebagai masukan dalam rangka menghitung kontribusi sektor kehutanan dalam pembangunan suatu daerah,
Untuk memahami struktur perekonomian yang lebih realistik,
Mengetahui sumbangan sektoral yang faktual terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, akan menambah motivasi penyelenggara pemerintahan untuk mengelola sumberdaya hutan yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar